Meskipun rasa madu selalu manis, tapi harganya tidak demikian. Misalnya Madu Pesisir Hutan Bakau di Desa Sei Bakau justru harganya terasa miris.
Kondisi di atas selalu dikeluhkan oleh para pencari dan penjual madu hutan di Desa Sei Bakau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah.
"Harapan kami, pemerintah bisa membantu dalam hal pemasaran, sehingga harganya tidak terlalu anjlok," kata Ucil (29) saat ditemui di rumah, Sabtu (20/10).
Menurutnya, madu dihargai cukup rendah karena adanya produksi yang melimpah pada saat musim panen. Kendala lainnya adalah tidak adanya akses pasar yang mampu menampung madu dalam jumlah banyak.
Kalau sedang musim panen raya madu, harga perkilo paling-paling hanya Rp 30.000. Setiap kali panen, Ucil bisa menghasilkan madu 40 Kg.
Menurut Kades Sei Bakau, A. Baihaki, selain menjadi nelayan untuk mata pencharian utama, warga masyarakat Desa Sei Bakau juga mencari madu di hutan untuk sebagai sumber pendapatan sampingan.
"Sayangnya, madu hutan ini dihargai cukup rendah" tutur Baihaki.
Pada tanggal 20 Oktober 2018, Fasdes Sei Bakau berkesempatan mencicipi manisnya primadona pesisir ini. Madu hutan ini berwarna kuning kehitam-hitaman, dengan rasa yang manis dengan sensasi rasa sedikit pahit.
Sayangnya kemasannya, masih belum layak untuk dipasarkan, karena pengemasan menggunakan limbah botol plastik dan jeregen.
Dalam pengambilan madu hutan dari sarang lebahnya, para petani masih menggunakan alat tradisional seperti asap guna mengusir lebah.