Asa Petani
Pengalaman berladang ini tidak lepas juga dari ingatan saya yang tumbuh dan besar di desa dan saya rasa begitu juga untuk teman-teman yang lain yang masa kecilnya dihabiskan di desa. Pembukaan lahan ...
Load More
Pengalaman berladang ini tidak lepas juga dari ingatan saya yang tumbuh dan besar di desa dan saya rasa begitu juga untuk teman-teman yang lain yang masa kecilnya dihabiskan di desa. Pembukaan lahan untuk berladang ini erat kaitnya dengan membakar lahan dan praktek berladang ini sudah turun temurun dilakukan sejak zaman dulu,selain itu hal ini sudah menjadi kebiasaan,kebudayaan dan menjadi perkerjaan untuk menunjang penghasilan. Aktivitas berladang dan membuka lahan dengan cara dibakar inipun hanya dilakukan di Kalimantan.
Melalui hasil wawancara yang saya lakukan bersama dengan Bapak Ilius Jaler seorang petani di Kelurahan Kalawa saya akan berbagi sedikit cerita. Menurut beliau tahapan berladang yang mereka lakukan adalah pertama-tama membersihkan lahan dengan peralatan seperti parang,kapak,balayung (sejenis kapak yang digunakan untuk menebang pohon kayu yang berukuran besar) dan alat yang digunakan untuk mengasah peralatan berladang tersebut menggunakan batu. Setelah itu barulah mereka melakukan pembakaran pada saat siang hari ataupun sore hari dengan melihat arah mata angin dan membuat pembatas agar api tidak merambat kearea lahan yang lain dan jika dilakukan pada malam hari menurut beliau hasilnya tidak terlalu baik karena terkendala penerangan dan orang yang ikut membakar sedikit. Barulah setelah itu mereka menanam padi dengan cara manugal. Hasil berladang dengan cara membakar sangat melimpah sehingga padi tersebut bisa dijual bahkan dulu ada 5 kepala keluarga yang ikut berladang ditempat beliau tetapi karena tidak jujur dalam pengelolaannya mereka tidak lagi beliau bawa untuk kembali mengelola ladang.
Menurut beliau juga pada tahun 1990 kebawah mereka masih melaksanakan beberapa tradisi yang dipercaya untuk memberikan kesuburan serta dapat mendapatkan hasil ladang yang berlimpah. Beberapa ritual yang mereka percaya antara lain adalah dengan menaruh sisir,minyak rambut,telur,pinang dan sirih pada benih padi (paung binyi) yang akan mereka tanam dan bahkan ada beberapa sesajen yang mereka simpan ditengah ladang. Ritual lainnya adalah pananan batu (memberi makan batu) yang dilakukan setelah mendapatkan hasil panen dan sebagai ucapan rasa syukur serta terima kasih kepada peralatan yang digunakan selama pembersihan lahan,bercocok tanam bahkan pada saat panen karena peralatan yang mereka gunakan tidak memberikan musibah seperti tidak terluka saat membersihkan lahan tetapi sebaliknya memberikan perlindungan. Semakin pesatnya perkembangan zaman tradisi dan ritual dari nenek moyang ikut tergerus zaman sehingga untuk sekarang jarang sekali masyarakat masih menjalankannya.
Pada tahun 2014-2015 ladang beliau juga tidak luput terkena dampak kebakaran. Sehingga padi yang beliau tanam hampir setengah lahan 10 ha yang beliau miliki ikut menjadi imbasnya. Selain itu peraturan pemerintah yang melarang masyarakat membuka lahan dengan cara membakar juga sangat dirasakan merugikan untuk para petani sehingga banyak lahan masyarakat yang dulu aktiv digunakan untuk berladang sekarang banyak yang dibiarkan kosong tanpa ditanam dan diolah ungkap beliau.
Berawal dari ajakan dari beberapa orang yang ikut tergabung bersama dengan Kelompok Tani Sumber Makmur untuk mencoba bertani dengan metode PLTB (Pembukaan Lahan Tanpa Bakar). Sehingga beliau sekarang ikut bergabung bersama dengan Kelompok tani Sumber Makmur dan meminjamkan tanahnya dengan sukarela asalkan bisa dikelola dan ada aktivitas yang dilakukan dilahan tersebut. Kelompok tani Sumber Makmur juga mendapatkan bantuan revitalisasi ekonomi untuk masyarakat (R3) dibidang pertanian. Besar harapan beliau agar bantuan ini dapat menjadi jembatan bagi para petani untuk belajar mengolah lahan pertanian tidak dengan cara membakar tetapi menggelola dengan cara PLTB (Pembukaan Lahan Tanpa Bakar) meskipun dirasakan sangat sulit karena terbiasa dengan mengolah lahan dengan cara membakar tetapi beliau menegaskan harus tetap optimis untuk kedepannya agar tetap bisa berladang karena kata-kata yang cukup menarik yang saya tangkap adalah "rasa beras dari hasil berladang berbeda rasanya denga beras yang dijual di pasar dan sampai saya sudah tidak berdaya lagi dengan usia saya yang hampir 70 tahun saya akan tetap menjadi petani karena menjadi seorang petani ada rasa bangga dan kepuasan tersendiri kata beliau".
Kelurahan Kalawa,Kec.Kahayan Hilir,Kab.Pulang Pisau Kalimantan Tengah.
Untuk mendownload aplikasinya bisa ke
Play Store