Dalam COP 24 di Katowice, Polandia, Kemitraan menyelenggarakan 1 sesi diskusi bertajuk Village-based Initiative in Managing Natural Resources Towards Achieving SDGs. Kegiatan berlangsung Kamis (6/12/2018) pukul 13.00-14.20 waktu setempat dan mengambil tempat di Pavilion Indonesia.
Kegiatan dimoderatori oleh Bapak Wahyudi Wardoyo dan menampilkan 4 pembicara: Dr. Myrna A. Safitri (Deputi Bidang Pendidikan, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG RI), Monica Tanuhandaru (Direktur Eksekutif Kemitraan), Putri Rahayu (Fasilitator DPG), dan Denni Nurdwiansyah (SAMPAN Kalimantan).
Dalam paparannya Dr. Myrna Safitri menyoroti praktik baik & pembelajaran dari Program Desa Gambut (DPG) sebagai salah satu kegiatan mitigasi & adaptasi perubahan iklim berbasis masyarakat setempat. Menurut Dr. Myrna, inti dari program DPG adalah pemberdayaan masyarakat, termasuk adaptasi petani dalam praktik pertanian mereka melalui sekolah lapang, dimana para petani dapat belajar pertanian alami ramah-lahan dengan metode pembukaan lahan tanpa pembakaran. Lebih lanjut, Dr. Myrna menjelaskan bahwa DPG juga memperkuat pencapaian SDG dalam lanskap sosio-ekonomi lahan gambut, diantaranya dalam pengurangan kemiskinan melalui pengembangan ekonomi desa berbasis lahan gambut dan ketahanan pangan untuk menghindari kelaparan melalui pertanian ramah lahan gambut. Selain itu, melalui DPG, kegiatan yang terkait dengan restorasi lahan gambut telah diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), serta merancang Peraturan Desa tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Dampak nyata dari keberadaan program ini diantaranya sepanjang 2017-2018, 259 desa yang difasilitasi mampu menurunkan secara signifikan (84,5%) kebakaran hutan dan lahan.
Paparan berikutnya disampaikan oleh Monica Tanuhandaru yang melaporkan perkembangan dan pembelajaran dari proses pendampingan 109 desa oleh Kemitraan melalui program Desa Peduli Gambut (DPG), sebagai bagian dari aksi menghadapi perubahan iklim. Monica memaparkan lima pilar dalam pelaksanaan program DPG, yaitu perencanaan dan regulasi desa partisipatif, pengembangan ekonomi pedesaan, revitalisasi budaya, rekonstruksi dan konservasi gambut, serta kepastian tenurial. Dengan kelima pilar tersebut, DPG mempromosikan peran dan fungsi desa dankomunitas lokal dalam menghadapi perubahan iklim, melalui pemulihan lahan gambut berbasis komunitas, termasuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Menurut Monica, desa dan komunitas memainkan peran sangat penting dalam memulihkan gambut. Masyarakat memiliki pengetahuan dan kearifan lokal dalam mengelola lahan gambut sebagai sumber mata pencaharian mereka. Selain itu melalui kebijakan dan perencanaan pembangunan desa yang peduli terhadap lingkungan memungkinkan bagi keberlanjutan restorasi gambut. Terakhir, kepastian akses dan peningkatan hak tenurial bagi masyarakat akan meningkatkan kepemilikan dan modalitas yang lebih kuat untuk restorasi lahan gambut.
Kendati demikian, sejumlah tantangan dihadapi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam restorasi gambut. Diantaranya, kurangnya pengetahuan tentang restorasi gambut & keadaan lahan gambut di desa mereka menghambat aksi masyarakat di lahan gambut; kurangnya dukunganregulasi & tindakan afirmatif di tingkat kabupaten dalam menerjemahkan dan menerapkan kebijakan dana desa untuk restorasi gambut; proses perancangan perencanaan pembangunan desa yang masih berpusat pada elit (elit capture) kurang dalam partisipasi masyarakat & agenda lingkungan; keterbatasan inovasi & teknologi pada teknologi dalam menangani pengelolaan lahan gambut berkelanjutan tanpa praktik pembakaran; serta kurangnya akses hukum dan hak untuk masyarakat dalam mengelola lahan gambut dan kepastian dalam hak tenurial masyarakat.
Menutup presentasinya Monica meyakinkan pentingnya pengembangan teknologi dan inovasi yang adaptif, salah satunya yang dikembangkan oleh Kemitraan adalah penggunaan drone dalam pemetaan partisipatif mampu membangun kesadaran ruang bagi warga, serta aplikasi Mitra Gambut 2.0 yang menjadi sarana berbagi pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan antar warga desa mengenai kondisi desa mereka.
Paparan berikut disampaikan oleh Putri Rahayu, fasilitator desa untuk program Desa Peduli Gambut, tentang pengalamannya dalam melakukan pendampingan desa dan masyarakat untuk pemulihan lahan gambut. Putri bertugas di Desa Pulu Beruang di Kecamatan Tulung Selapan, Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Setidaknya ada 10 kegiatan utama yang penting dilakukan oleh fasilitator desa dalam melakukan pendampingannya, diantaranya mengintegrasikan pemulihan gambut ke dalam perencanaan pembangunan desa.
Kegiatan diawali dengan pemetaan partisipatif yang berupaya menghimpun data spasial mengenai tata guna lahan, batas dan penguasaan ruang desa, serta data social ekonomi mengenai sejarah, kondisi kelembagaan, potensi ekonomi dan komoditas, hingga potensi konflik di desa. Di 12 desa lokasi DPG mencakup luasan 266.550 ha, dengan kawasan gambut seluas 83.365,39 ha, dan terdapat 136.672,57 ha wilayah konsesi untuk perkebunan. Hal ini memperlihatkan adanya tumpang tindih kepentingan terhadap lahan yang jika tak dikelola berpotensi terhadap konflik. Hasil lainnya tergalinya beraneka sumber komoditas berbasis lahan gambut, seperti padi, tambak udang, kerajinan tangan hingga pengolahan makanan (terasi). Hasil-hasil pemetaan tersebut lalu dijadikan dokumen profil desa dan peta indikatif desa yang menjadi bahan acuan untuk melangkah ke proses perencanaan desa.
Dalam proses perencanaan desa, kegiatan diawali dengan melakukan Review RPJMDesa, dimana secara substansi belum memasukkan isu lingkungan, khususnya gambut. Selain itu proses penyusunannya tidak dilakukan secara partisipatif. Untuk itu, dalam melakukan pendampingan, dilakukan proses partisipatif dengan mengajak para pihak tingkat desa, baik kaum lelaki maupun perempuan. Proses ini tidak mudah karena selama ini tidak pernah dilakukan, sehingga masyarakat awalnya tidak peduli terhadap proses tersebut. Selain itu, sebagian besar masyarakat bekerja sehari-hari di kebun, sehingga kegiatan baru dapat dilaksanakan pada malam hari. Kendati demikian, proses ini telah memberi hasil dengan terbitnya peraturan desa mengenai RPJMDes dan RKPDes.
Paparan terakhir disampaikan oleh Denni Nurdwiansyah yang menyampaikan tentang inisiatif desa dalam mengelola sumberdaya alam untuk pencapaian SDGs. Paparan ini berangkat dari pengalaman SAMPAN Kalimantan, sebuah LSM berbasis di Kalimantan Barat, dalam mempromosikan desa yang mengelola 174.150 hektar hutan negara melalui skema Hutan Desa di Bentang Pesisir Padang Tikar, Kab. Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dalam menjalankan kegiatannya, strategi yang dikembangkan oleh SAMPAN diawali dengan menentukan area perlindungan dan produksi dalam skala bentang alam (landscape) dengan mempertimbangkan aspek status dan fungsi hutan, sistem hidrologi gambut, batas administratif, serta sosial dan budaya. Selanjutnya dengan melibatkan para pihak, terdiri dari komunitas, sektor swasta dan pemerintah, untuk bersama-sama merencanakan dan mengelola lanskap. Serta merancang strategi untuk penggunaan lahan gambut dengan fokus untuk mengoptimalkan produk yang ada di gambut (mis. kelapa, kopi, dll.), melakukan diversifikasi produk, penerapan system perlindungandi area gambut berhutan dan fokus pada pembangkitan ekonomi desa di lahan non-gambut yang memiliki dampak ekologi minimum.
Kegiatan ini menggunakan pendekatan perlindungan, produksi dan inklusi berbasis bentang alam, dengan pertimbangan: pembangunan desa yang terintegrasi, dimana semua sektor (kehutanan, pertanian, perkebunan) akan dikembangkan secara proporsional menciptakan efek multilayer untuk pembangunan sosial dan ekonomi; perlindungan hutan dan lahan gambut dalam satu kesatuan bentang alam dimana semua pihak bertanggung jawab untuk menjaganya; konsolidasi dan produksi bisnis yang efektif, dimana komoditas ekonomi ditopang beberapa desa, untuk menjamin kelangsungan produksinya; pembiayaan sendiri untuk pengembangan bisnis melalui lembaga keuangan Credit Union (CU). CU akan memainkan peran sebagai bisnis manajer, membantu setiap komunitas dalam mengelola investasi dan menjadi lembaga penjamin dalam transaksi investasi; kolaborasi antar manajemen unit.